Thursday, November 23, 2017

Bermain dengan Sedotan




Pukul 4 pagi aktivitas di rumah kami sudah dimulai, dua anak laki-laki sudah bangun dan bersiap untuk sholat subuh. Mereka terbiasa bangun pagi mungkin disebabkan karena mereka tidur selepas magrib. Sambil menunggu waktu subuh biasanya mereka duduk di ruang makan, bukan karena mereka ingin makan tetapi mereka senang menemani saya memasak untuk sarapan pagi. Mereka duduk diam di ruang makan bahkan sesekali mereka meneruskan tidurnya di ruang makan alih-alih menemani saya memasak 😀.

Kehebohan pagi hari sering terjadi di rumah kami, ada saja yang membuat saya menaikkan nada suara, entah mandi yang terlalu lama, tidak mau makan, belum menyiapkan peralatan sekolah padahal mobil antar jemput sudah menunggu di depan rumah. Saat mereka sudah berangkat sekolah tiba-tiba rumah menjadi sepi, mungkin kehebohan ini akan saya rindukan saat mereka sudah dewasa.

Setelah kedua anak laki-laki berangkat sekolah, aktivitas kedua anak perempuan dimulai. Biasanya jam 7 pagi kami berjalan-jalan disekitar komplek perumahan, Sara berjalan atau naik sepeda, saya mendorong stroller. Jika matahari sudah cukup membuat Sara berkeringat maka kegiatan berjalan-jalan saya hentikan dan berlanjut dengan aktivitas lain didalam rumah.



Semalam Sara membaca buku dengan tema shapes, cukup lama dia membolak-balikkan halaman buku dan bertanya tentang bentuk geometri yang ada di gambar. "Segitiga, persegi panjang, lingkaran, bujur sangkar" Sara mengulangi apa yang saya bacakan dengan penuh semangat. Pagi ini saya mengajak Sara untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan tema yang semalam dia baca.. bangun geometri..

Kegiatan pagi ini Sara menggunakan sedotan sebagai bahan belajarnya. Pertama yang dilakukan Sara adalah memotong sedotan dengan menggunakan gunting menjadi potongan yang pendek. Pada proses ini Sara sedikit mendapat bantuan dari saya, sesekali dia mengeluh karena tidak berhasil memotong sedotan, lalu bagian saya adalah menyemangati dan memberi contoh. 

Sedotan telah selesai di gunting kemudian saya menggambar bentuk geometri di selembar kertas. 
"Sara, ini bentuk segitiga, kalau ini segi empat, bentuk yang ini apa namanya? persegi panjang". Sara  tidak terlalu menyimak apa yang sedang saya jelaskan, dia sudah tidak sabar ingin memainkan sedotan yang sudah diguntingnya. 

Saya meminta Sara untuk tracing gambar geometri yang sudah saya buat dengan menggunakan potongan sedotan. Sara memberi lem pada sedotan setelah itu ditempel pada gambar sampai membentuk segitiga dan segi empat. Serius sekali dia melakukan kegiatan ini, dia meminta saya menggambar lagi bentuk geometri lainnya di selembar kertas lalu Sara dengan semangatnya tracing menggunakan sedotan.







Tidak terasa hampir satu jam kami melakukan aktivitas ini, menyenangkan sekali bagi Sara melakukan kegiatan menggunting, menempel walaupun sesekali dia tampak kesal jika dia tidak berhasil menggunting sedotan. Kegiatan ini dapat melatih motorik halusnya dan kordinasi mata dan tangan selain itu Sara mendapat pengetahuan tentang berbagai bentuk serta kata-kata yang baru dia kenal.

Ternyata aktivitas bermain dengan sedotan masih ada kelanjutannya loh, melihat masih ada potongan sedotan yang tersisa lalu saya mengambil sehelai benang dengan panjang sekitar 30 cm, dengan rasa penasaran Sara mengamati apa yang saya lakukan. Kemudian saya memberi contoh memasukkan benang ke dalam sedotan, kegiatan ini dinamakan meronce. 

Saya membiarkan dia berusaha walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama. Kegiatan ini membutuhkan kordinasi mata dan tangan serta fokus. Senang sekali saya melihat Sara dapat menyelesaikan proyek walaupun kadang terdengar dia berbicara sendiri "kok gak masuk-masuk nih benangnya, benangnya licin"😁.





Hasil meronce bisa menjadi kalung 😍, matanya berbinar-binar saat saya kalungkan pada lehernya. Saat papanya pulang dengan bangga dia memperlihatkan hasil kreasinya 😀.










(Duri, Maret 2017)

Tuesday, November 21, 2017

Gunung Kendil, Pendakian Pertama Keluarga Kami




Sabtu pagi, udara dingin menyelimuti kota Salatiga, tempat kami tinggal saat ini.  Udara dingin membuat tubuh meminta untuk kembali ke tempat tidur melanjutkan mimpi-mimpi semalam, tapi pikiran langsung melayang pada rencana yang sudah kami buat dua minggu lalu, rencana yang hampir saja dibatalkan karena banyak pertimbangan. Setelah melewati proses diskusi antara saya dan suami diputuskan jika hari ini kami akan mendaki gunung. Jangan bayangkan kami akan mendaki gunung tinggi diatas ketinggian 2500 mdpl, karena ini pendakian pertama keluarga kami maka kami mencari gunung yang tidak terlalu tinggi dengan medan yang tidak berat. Setelah googling kami menemukan sebuah gunung dengan ketinggian 1200 mdpl, ternyata gunung tersebut sangat dekat dengan rumah.



Gunung Kendil, tidak banyak yang mengetahui keberadaan gunung tersebut, penduduk sekitar ada yang mengatakan jika gunung Kendil adalah sebuah bukit yang diberi nama gunung Kendil tapi ada juga yang mengatakan bahwa gunung Kendil adalah sebuah gunung. Bukit atau gunung bukan masalah untuk kami, tujuan kami mendaki adalah agar anak-anak mempunyai pengalaman mendaki, menguatkan mental dan fisik mereka.

Tepat jam 6 pagi kami berangkat dari Salatiga menuju ke arah Banyu biru, setelah sampai Banyu biru kami melewati Bukit Cinta Rawa Pening di sebelah kanan lalu jalan terus melewati sekolah polisi. Dari sekolah polisi masih jalan terus sekitar 2-3 km sampai bertemu pertigaan, ke kanan arah Ambarawa dan ke kiri arah gunung Kendil. Kami membelokkan mobil ke kiri menuju gunung Kendil. Setelah belok kiri kami sempat kebingungan, kemana arah yang harus dituju. kami melihat ada pangkalan ojek dan kami memberhentikan mobil untuk bertanya. Bapak ojek memberitahu letak gunung Kendil cukup jelas. setelah mengerti lalu kami melanjutkan perjalanan.

Dari pangkalan ojek tadi kami masih jalan terus sampai bertemu dengan lapangan di sebelah kanan lalu berbelok kekiri setelah itu terus jalan sampai bertemu dengan desa Gesing. Desa ini adalah desa terakhir menuju gunung Kendil. Selama perjalanan menuju desa Gesing kami dimanjakan oleh pemandangan yang indah, bukit-bukit berbaris, hijaunya pepohonan menambah semangat kami untuk memulai petualangan ini bersama anak-anak.



Sesampainya di desa Gesing, kami melihat satu rumah dengan pekarangan yang cukup luas, dengan sedikit ragu kami meminta ijin untuk memparkirkan kendaraan di halaman pekarangan mereka, ternyata penghuni rumah sangat ramah, mereka mengijinkan kami memparkirkan kendaraan. Setelah berbincang-bincang sebentar, kami langsung bersiap untuk perjalanan mendaki. Semua peralatan yang kami butuhkan sudah dibawa, suami menggendong anak kecil kami yang berumur 20 bulan dipunggungnya, sedangkan ketiga anak kami sudah berlari lebih dulu ke arah gunung.

Kami berjalan terus mengikuti petunjuk arah, berjalan melewati ladang dan beberapa kali bertemu dengan warga setempat yang sedang bekerja, mengambil rumput untuk pakan ternak, menyadap aren untuk diambil air nira, mereka menyapa kami dengan ramah.


Setelah melewati ladang penduduk di lereng gunung Kendil, kami melewati banyak trek yang cukup beresiko untuk dilalui anak-anak, jalan setapak yang berbatasan langsung dengan jurang dan hanya dibatasi oleh tanaman perdu, jalan licin bahkan ada jalan yang tertutup rumput lebat, kami juga melewati jalan dengan kemiringan tajam yang bisa membuat dengkul kami gemetar kencang.







Mendaki dengan anak-anak selain membutuhkan kesabaran juga stamina yang luar biasa (terutama papanya), karena sesekali anak perempuan minta di gendong karena kelelahan. Dalam perjalanan, 2 kali kami istirahat. Sebenarnya anak-anak sangat enjoy seperti tidak ada capenya, terus berjalan menanjak, tapi saya meminta mereka berhenti untuk istirahat karena kaki saya sudah gemetar kencang karena mendaki dengan kemiringan yang tajam :). Istirahat kami lakukan selama 5 menit digunakan untuk foto-foto dan minum.







Setelah hampir 1 jam kami mendaki, alhamdulillah sampai juga kami dipuncak gunung Kendil. Subhanallah pemandangan yang sangat indah bisa kita lihat dari puncak gunung Kendil. Gunung Merbabu, gunung Telomoyo tampak dengan jelas dan indahnya. Kita juga disuguhkan pemandangan  rawa Pening dan gunung Ungaran. 




Kurang lebih satu jam kami menikmati pemandangan dari atas gunung, saatnya kami turun. perjalanan turun gunung kami lalui dengan rasa senang, anak-anak berjalan sambil bersalawat, dan menyenandungkan ayat-ayat Al-quran. Perjalanan turun juga tidak cukup mudah dilalui, turunan yang curam dan jalan yang licin mengharuskan kami untuk hati-hati dan selalu fokus. 

Sesampainya kami di bawah anak-anak langsung berlari bermain kejar-kejaran. Senang sekali rasanya pengalaman mendaki tidak hanya membuat fisik yang sehat tetapi jiwa pun ikut sehat. Tiba di tempat mobil diparkir, kami berbincang-bincang dengan penghuni rumah dan mereka mempersilahkan kami masuk. Salah satu mata pencaharian mereka adalah menyadap aren untuk dibuat gula aren. Mereka menyuguhkan kami air nira untuk diminum, rasanya sangat kuat dan manis. Kami juga membeli gula aren langsung dari petaninya. Tidak lama berbincang-bincang, kami ijin pamit pulang.

Kami pun pulang dengan buah tangan gula aren, rasa senang dan pengalaman mendaki yang tak terlupakan ;)